Ibu adalah sosok wanita mulia. Ia yang melahirkan ,mendidik dan membesarkan kita. Banyak pengorbanan yang senantiasa ia berikan untuk anak anaknya. Bagaimana seorang ibu mengandung 9 bulan 10 hari .kemanapun pergi selalu dibawanya bahkan disaat ia mau istirhat tidur harus menyesuaikan posisi tidurnya. Setelah lahir sosok wanita mulia itupun rela untuk bangun ditengah malam demi memberikan pelayanan dan kenayamanan bagi buah hatinya. Begitulah perjuangan dan pengorbanan yang diberikan olehnya.Maka disaat kita sudah mulai beranjak dewasa mulai mengerti dan memahami akan lika liku yang dialami oleh sang ibu. Sehingga kita bisa menempatkan diri untuk menghormati dan menghargainya. Begitu banyak kisah para salaful ummah yang begitu berbakti pada orang tua ,diantaranya kisah uwais alqorni . Berbicara tentang memuliakan ibu, mari kita semua belajar kepada salah seorang sahabat Nabi. Pemuda ini tidak pernah berjumpa dengan nabi. Pemuda ini merupakan seorang pemuda miskin yang tinggal di pinggiran Yaman, namanya ialah Uwais Al-Qarni.Uwais Al-Qarni merupakan seorang pemuda yang tidak terkenal, miskin, dan memiliki penyakit kulit. Tak ada orang yang mengenalnya bahkan namanya pun tak pernah dikenal. Namun ia merupakan pemuda yang pernah disebut oleh Rasulullah SAW sebagai pemuda yang sangat dicintai oleh Allah dan terkenal di langit.Sebab kecintaan Allah kepadanya yaitu dikarenakan ia patuh dan menghormati ibunya yang sakit lumpuh. Suatu waktu, Uwais meminta izin kepada sang ibu untuk pergi ke Madinah dalam rangka untuk melepaskan kerinduannnya kepada Rasulullah. Sang ibu memberinya izin untuk pergi, namun dengan syarat agar setelah berjumpa Rasulullah ia cepat pulang kembali karena ibunya yang sakit-sakitan.Setelah melakukan perjalanan yang sangat panjang, Uwais tidak mendapati Rasulullah di rumahnya karena sedang memimpin peperangan. Meski kerindunya amat besar terhadap Rasulullah, Uwais lekas pulang demi ibunya. Ia hanya menitip pesan kepada Siti Aisyah ra.Kemudian pada kesempatan yang lain, sang ibu meminta Uwais untuk mengantarkannya pergi haji. Uwais tidak mau menolak walaupun mereka merupakan keluarga yang miskin, dengan sekuat tenaga ia menggendong ibunya yang lumpuh itu untuk berziarah ke Baitullah.Meski belum pernah berjumpa dengan Nabi, Rasulullah seperti sudah mengenal betul pemuda miskin itu. Ia memuji Uwais dengan mengatakan kepada para Sahabat yang lain, “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya. Dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi,” (HR. Ahmad).Karena bakti yang tulus dan ikhlas kepada ibundanya, membuat nama Uwais Al-Qarni terkenal di langit, meski di bumi ia bukan siapa-siapa.
Selain Uwais alqorni ada juga usamah bin zaid. Muhammad bin Sirin pernah berkisah. Pada pemerintahan Utsman bin Affan, harga pokok kurma mencapai harga yang amat tinggi. Saat itu harganya sebanding dengan seribu dirham. Maka Usamah bin Zaid, panglima perang yang baru berumur 17 tahun, bergegas menebang sebatang pohon kurma. Usamah kemudian mencabut bagian pangkal kurma yang berwarna putih, berlemak dan biasa dimakan dengan madu.Lalu dia memberikan bagian tersebut kepada ibunya. Orang-orang lantas bertanya keheranan. “Usamah apa yang engkau lakukan? padahal engkau tahu pokok kurma kini harganya menjadi seribu dirham.” Usamah dengan amat ringan menjawab, “Ibuku menghendakinya. Setiap ibuku menginginkan sesuatu yang mampu kudapatkan, aku pasti memberikannya.”
Ibu Usamah adalah Ummu Aiman. Seorang yang merawat Rasulullah SAW saat kecilnya. Sementara ayahnya adalah Zaid bin Haritsah, seseorang yang setia membantu Nabi SAW. Usamah adalah sahabat yang tumbuh dan besar dalam didikan orang terbaik, berada di lingkungan terbaik dan bertemu dengan orang paling baik.Meski harga pokok kurma amat mahal, Usamah enteng saja menebangnya. Jelas keinginan ibunya jauh melebihi angka seribu dirham. Jauh lebih mahal. Kita patut bercermin dari bakti Usamah. Tentu saja secara naluri kita mencintai ibu kita melebihi diri kita sendiri mungkin. Ibu menjadi magnet yang amat dahsyat untuk membuat seorang anak merenung. Ibu juga menjadi alasan seseorang untuk memprioritaskan amal. Adalah Muhammad bin Munkadir mengomentari kegemaran Umar, saudara kandungnya yang gemar sholat malam. Muhammad mengisahkan jika Umar asyik dengan sholat malamnya yang khusyuk, ia lebih memilih bersama ibunya. Di saat saudaranya larut dalam sholat, Muhammad juga larut dalam memijit-mijit kaki ibunya. “Dan aku tidak ingin kugunakan malamku seperti malamnya,” kata Muhammad mengomentari ibadah saudaranya. Tentu tak ada yang salah dalam kisah ini. Sholat malam adalah ibadah yang amat utama. Tak semua mata bisa bangkit dari tidur di malam nan sepi untuk bermunajat. Sholat tahajud adalah sholat sunah yang utama. Namun di saat yang bersamaan, Muhammad lebih memilih berbakti kepada ibunya. Ada prioritas. Sebab ada ibu disana. Jika amal akhirat bagi salafus shalih prioritas amalnya setelah berbakti kepada ibu, lalu bagaimana dengan amal dan kerja-kerja dunia? Apakah kejujuran nurani masih tak cukup menggerakkan gerak nyata untuk memuliakan wanita terhormat itu? Allah SWT berfirman, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS al Isra’ [17]: 23). Semoga kita bisa mengambil hikmah dari para salafuna assholeh terkait dengan berbuat baik kepada orang tua terkhusus ibu. Wallahuta’ala ‘alam.
Leave a Review