Dzikir Bentuk Ketaatan

Ilustrasi Berdzikir

Dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam ini telah banyak bagiku, maka beritahulah kepadaku sesuatu yang bisa aku pegang selalu.” Beliau menjawab, “Hendaklah lisanmu selalu basah karena berdzikir kepada الله.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan) [HR. Tirmidzi, no. 3375. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan].
Hadits ini menunjukkan perintah untuk merutinkan dzikir.
Dzikir adalah bentuk ketaatan yang mudah dilakukan, akan tetapi berat di timbangan. Oleh karenanya, Rasulullah صلى الله عليه وسلم mendorong kita untuk terus berdzikir.
Disebut dzikir jika menggerakkan lisan. Adapun jika berdzikir dengan batin tidaklah disebut kalam atau kalimat yang diucap.
Jadi Dzikir dengan menggerakkan lisan (lidah)
Ibnu Rusyd berkata dalam Al-Bayan wa At-Tahshil (1:490), dari Imam Malik rahimahullah bahwa beliau ditanya mengenai bacaan yang dibaca dalam shalat lantas tidak didengar oleh seorang pun, tidak pula oleh dirinya sendiri, dan lisan ketika itu tidak bergerak. Jawab Imam Malik, itu bukanlah qira’ah (membaca). Yang dimaksud dengan membaca adalah dengan menggerakkan lisan.

Disebutkan pula oleh Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ (2:187-189) bahwa para ulama melarang orang junub untuk membaca Al-Qur’an. Namun mereka masih membolehkan jika orang yang junub tersebut melihat mushaf Al-Qur’an dan dia hanya membaca di dalam hati, tanpa menggerakkan lisan. Jadi kedua hal tersebut berbeda. Tidak menggerakkan bibir atau lidah berarti tidak dianggap membaca.
Jadi tidak cukup mulut mingkem (diam) saat membaca, yang tepat lidah atau bibir (lisan) digerakkan (komat-kamit). Itulah baru disebut membaca jika dituntut membaca seperti membaca Al-Fatihah, membaca surat, dan membaca dzikir.
Wallahu waliyyut taufiq.