Hanya Mengharap RidhaNya

Pernahkan terbesit dalam hati, untuk apakah kita melakukan ini dan itu? Melakukan berbagai amalan shalih dan berusaha keras menjauhkan diri dari maksiat, untuk apa atau untuk siapa semua itu kita lakukan?


Sesuatu yang membedakan orang-orang beriman dengan orang-orang munafik. Sesuatu yang menjadi rahasia seorang hamba dengan Rabbnya. Ruh orang-orang yang bertaqwa, perdagangan orang-orang yang beruntung dan harta rampasan orang-orang yang mukhlis dan paling penting adalah sesuatu itu merupakan salah satu syarat diterimanya suatu amalan, itulah i k h l a s.


Ikhlas adalah menjadikan الله sebagai satu-satunya tujuan ketaatan, ketaatannya hanya untuk (taqarrub) mendekatkan diri kepada الله saja, tanpa menginginkan yang lainnya seperti berbuat untuk makhluk, mengharapkan sifat yang terpuji di hadapan manusia, menyukai pujian makhluk atau sesuatu yang semisal yang bukan untuk mendekatkan diri kepada الله.


Ini bukanlah perkara yang mudah. Keikhlasan itu membutuhkan usaha yang sangat berat sehingga seorang hamba bisa mendapatkan keikhlasan dengan sempurna di dalam hatinya.


Sahl ibn ‘Abdillah at-Tustarī ditanya: ‘Sesuatu apakah yang paling berat untuk jiwa?’ Beliau menjawab : ‘Ikhlas. Karena tidak ada bagian untuk jiwa dalam keikhlasan itu’.


Ikhlas adalah hakikat dari agama ini. الله subḥahu wa ta’ālā berfirman :
“Padahal tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah الله dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agama ini dengan lurus . . .” (Qs. Al-Bayyinah: 5)
Tidaklah diperintahkan di dalam syariat kecuali untuk beribadah kepada الله dengan mengikhlaskan ibadahnya untuk الله ta’ālā semata. Artinya menjadikan tujuan seluruh ibadah dzahir dan bathin itu hanyalah mengharap wajah الله ta’ālā semata dan mendekatkan diri kepadaNya dan menolak seluruh agama yang menyelisihi agama tauhid ini.