Kadangkala, anak-anak tumbuh dengan identitas yang telah disematkan secara kolektif kepada mereka. Tak jarang yang semenjak awal diposisikan negatif atas apa yang melekat pada diri mereka, bahkan sebelum mereka mampu berbuat apa-apa. Sesuatu yang melekat itu bermacam-macam; bisa warna kulit, suku dan bahkan agama.
Saya teringat nenek saya. Beliau memiliki budaya literasi yang sangat tinggi. Bukan hanya pagi dan sore beliau sibuk membaca berbagai literatur yang disebut kitab, menceritakan atau membacakan secara langsung kepada kami cucu-cucunya, dan kadang mengambil literatur berbeda untuk menguatkan penjelasan. Baca tulis untuk bahasa yang membacanya dari kanan itu, beliau mampu dan fasih. Tetapi tetap saja dimasukkan dalam kategori buta huruf hanya karena tidak dapat membaca dan menulis untuk bahasa yang ditulis dari kiri
Ini sekedar contoh bagaimana penilaian sosial yang dikokohkan oleh kebijakan saat itu telah membentuk persepsi negatif terhadap kompetensi yang sangat berharga, hanya karena kompetensi itu identik dengan Islam. Orang pun belajar malu kalau belajarnya di madrasah dan dianggap keren kalau bisa berbahasa Inggris, meskipun terbatah-batah. Tampak sederhana, tetapi akibatnya sangat serius. Padahal mereka tumbuh dan besar di negeri serta kampung-kampung muslim.
Saat keluar dari kampungnya menuju negeri yang berbeda, kadang bahkan muslimnya tak banyak, perlu perubahan serius pada cara pandang, cara berpikir dan orientasi untuk dapat menciptakan perbedaan. To make a difference. Apa itu? Melakukan hal-hal berharga yang memiliki nilai dan sumbangsih sangat positif bagi dirinya sendiri dan masyarakat. Ada orientasi hidup yang ditempa dan kehendak kuat pada hal-hal bermanfaat (hirsh ‘alaa manfa’ah) yang dibangun sehingga menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari.
Sudah saatnya kita menata anak-anak remaja kita maupun calon remaja agar lebih produktif. Kita siapkan mereka menghadapi masa-masa yang tampaknya masih jauh. Menjadi orangtua misalnya, jika mereka disiapkan dengan baik semenjak dini, justru mengarahkan mereka untuk berbenah. Tidak tergesa-gesa.
Maka, adalah penting menyiapkan anak-anak kita agar memiliki identitas diri yang kokoh, bahkan jauh sebelum memasuki masa remaja, di tengah situasi yang memunculkan stereotip teroris (by design ataukah tidak) agar mereka tidak menjadi remaja mengambang, tidak pula guncang terombang-ambing. Justru sebaliknya, penataan semenjak awal, sangat bermanfaat untuk mengantarkan mereka menjadi remaja utama, yakni remaja yang tidak perlu mengalami krisis. Mereka tidak kaget, tidak pula terguncang ketika dihadapkan pada arus gaya hidup yang bertabrakan dengan tuntunan agama ini.
Leave a Review